Sensasi Besar di Thailand: Prancis Tumbangkan Raksasa China di Kejuaraan Dunia Voli Wanita 2025 – Siapa Lawan Berikutnya yang Akan Jatuh?
Mari kita mundur sejenak untuk memahami konteksnya. Kejuaraan Dunia Voli Wanita FIVB 2025, yang digelar di Thailand untuk pertama kalinya, telah menjadi panggung bagi talenta-talenta terbaik dari 32 tim nasional. Turnamen ini dimulai sejak awal Agustus, dengan babak penyisihan yang penuh drama, di mana tim-tim seperti Brasil, Italia, dan Amerika Serikat menunjukkan kekuatan mereka. China, dipimpin oleh pelatih legendaris Lang Ping yang telah pensiun tapi digantikan oleh muridnya Cai Bin, masuk sebagai favorit utama. Mereka memiliki skuad yang dipenuhi bintang seperti Zhu Ting, pemain luar biasa yang dikenal dengan smash mematikan dan pertahanan solid, serta Yuan Xinyue sebagai middle blocker yang tak tergantikan. Di sisi lain, Prancis, yang baru saja naik peringkat dunia setelah sukses di Liga Bangsa-Bangsa tahun lalu, datang dengan semangat juang tinggi. Pelatih Emile Rousseaux telah membangun tim ini dari nol, mengandalkan pemain muda seperti Helena Cazaute sebagai opposite hitter dan Lucille Gicquel sebagai outside hitter yang lincah.
Pertandingan dimulai dengan tensi tinggi sejak set pertama. China langsung menggebrak dengan servis kuat dari Li Yingying, yang membuat Prancis kesulitan mengembalikan bola. Set pertama berakhir dengan skor 25-22 untuk China, di mana Zhu Ting mencetak delapan poin sendirian melalui spike yang tak bisa dihalau. Penonton Thailand, yang sebagian besar mendukung tim Asia, bergemuruh. Namun, Prancis tidak menyerah. Di set kedua, mereka bangkit dengan strategi blok yang lebih ketat. Rousseaux tampaknya telah mempelajari kelemahan China: ketergantungan pada serangan cepat dari tengah. Helena Cazaute menjadi pahlawan dengan serangkaian kill yang presisi, membawa Prancis memenangkan set kedua 25-23. Saat itu, momentum mulai bergeser. Para pemain Prancis, dengan seragam biru-putih mereka yang basah oleh keringat, saling berpelukan, seolah menyadari bahwa mimpi besar sedang terwujud.
Set ketiga menjadi titik balik. China mencoba comeback dengan mengubah formasi, memasukkan Gong Xiangyu sebagai setter cadangan untuk mempercepat permainan. Tapi Prancis, dengan pertahanan dig yang dipimpin oleh libero Amandine Giardino, berhasil menahan gempuran. Skor 25-21 untuk Prancis membuat arena hening sejenak – bahkan suporter China tampak terkejut. Di set keempat, China bangkit kembali. Zhu Ting, yang sempat cedera ringan di bahu tahun lalu, menunjukkan kelasnya dengan 12 poin di set ini saja. Mereka menang 25-20, memaksa pertandingan ke set kelima yang menentukan. Di sini, drama mencapai puncaknya. Rally panjang, servis ace, dan blok dramatis saling bergantian. Pada poin 14-13 untuk Prancis, Lucille Gicquel melayangkan smash yang melewati blok tiga pemain China, mengakhiri pertandingan dengan skor 15-13. Arena meledak dalam sorak-sorai campur aduk; Prancis lolos ke perempat final, sementara China harus pulang lebih awal untuk pertama kalinya dalam satu dekade.
Apa yang membuat kemenangan ini begitu sensasional? Pertama, ini soal persiapan. Prancis telah menghabiskan bulan-bulan terakhir berlatih di kamp tinggi di Pegunungan Alpen, fokus pada stamina dan taktik anti-serangan cepat – sesuatu yang menjadi andalan China. Rousseaux, dalam konferensi pers pasca-pertandingan, mengatakan, "Kami bukan tim yang mengandalkan bintang individu, tapi kekompakan. Hari ini, kami membuktikan bahwa voli adalah olahraga tim, bukan sekadar kekuatan fisik." Di sisi lain, Cai Bin dari China mengakui kekalahan dengan sportif: "Prancis bermain lebih pintar malam ini. Kami akan belajar dari ini dan kembali lebih kuat." Statistik pertandingan menunjukkan Prancis unggul dalam blok (15-11) dan servis ace (8-5), sementara China mendominasi kill (62-58), tapi kesalahan sendiri mereka yang mencapai 22 poin menjadi penyebab utama kekalahan.
Kemenangan ini bukan hanya tentang satu pertandingan; ini mengubah dinamika turnamen. Prancis kini melaju ke perempat final, di mana mereka akan menghadapi pemenang antara Brasil dan Jepang – dua tim yang sama-sama tangguh. Brasil, dengan pemain seperti Gabriela Guimaraes yang eksplosif, adalah juara Olimpiade terbaru, sementara Jepang dikenal dengan pertahanan gigih ala ninja. Siapa lawan berikutnya yang akan jatuh? Banyak analis memprediksi Prancis bisa melaju lebih jauh, mungkin hingga semifinal, jika mereka mempertahankan ritme ini. Bagi China, kekalahan ini bisa menjadi alarm untuk reformasi skuad, terutama dengan pensiunnya beberapa veteran pasca-Olimpiade 2024.
Di luar lapangan, pertandingan ini juga menyoroti pesona voli wanita global. Turnamen di Thailand telah menarik lebih dari 100.000 penonton secara langsung, dengan siaran langsung yang mencapai miliaran pemirsa melalui platform digital. Ini membuktikan bahwa voli bukan lagi olahraga niche; ia adalah hiburan massa yang penuh emosi dan ketegangan. Bagi penggemar di Indonesia, yang memiliki tim voli wanita sendiri yang sedang berkembang, cerita Prancis ini bisa menjadi inspirasi. Bagaimana jika suatu hari tim Merah Putih juga menciptakan kejutan serupa?
Saat turnamen berlanjut, mata dunia akan tertuju pada Prancis. Apakah ini awal dari dinasti baru, atau hanya kilatan sementara? Yang pasti, malam di Bangkok ini akan dikenang sebagai momen ketika underdog menggigit raksasa. Pantau terus perkembangan Kejuaraan Dunia Voli Wanita 2025 – siapa tahu, sensasi berikutnya sudah menanti.
