BREAKING NEWS

Gagal Total! Timnas U-23 Indonesia Tumbang dari Korea Selatan, Mimpi Piala Asia Pupus

(Foto : Viva)

SportIDSuasana hening menyelimuti Stadion Abdullah bin Khalifa malam itu, ketika peluit panjang wasit mengakhiri mimpi besar Timnas U-23 Indonesia di ajang Piala Asia U-23 2024. Garuda Muda, yang datang dengan harapan tinggi untuk menciptakan sejarah, akhirnya harus mengakui keunggulan Korea Selatan dengan skor telak 0-3. Kekalahan ini bukan hanya sekadar angka di papan skor, tapi juga pukulan berat bagi ambisi lolos ke babak semifinal dan, yang lebih penting, merebut tiket Olimpiade Paris 2024. Bagaimana bisa tim yang sempat mengejutkan dunia dengan performa gemilang di fase grup, tiba-tiba runtuh seperti rumah kartu?

Mari kita mundur sejenak ke awal pertandingan. Timnas Indonesia, di bawah arahan pelatih Shin Tae-yong, memasuki laga perempat final ini dengan modal impresif. Mereka berhasil finis sebagai runner-up Grup A, mengalahkan Australia dan Yordania, serta bermain imbang melawan Qatar sebagai tuan rumah. Para pemain muda seperti Marselino Ferdinan, Rizky Ridho, dan Justin Hubner tampak siap tempur, dengan strategi counter-attack yang telah menjadi senjata andalan mereka sepanjang turnamen. Di sisi lain, Korea Selatan, juara bertahan dan powerhouse Asia, datang dengan skuad yang dipenuhi talenta dari K-League dan liga Eropa. Hwang Sun-hong, pelatih mereka, tak ragu memasang formasi 4-3-3 yang agresif, mengandalkan kecepatan Lee Kang-in dan ketajaman Cho Gue-sung di lini depan.

Kick-off dimulai pukul 20.30 waktu setempat, di bawah sorot lampu stadion yang penuh sesak dengan pendukung dari kedua kubu. Indonesia memulai dengan percaya diri, menguasai bola di menit-menit awal. Marselino, sang playmaker, sempat mengirim umpan terobosan ke Witan Sulaeman, tapi tendangan Witan masih bisa diblok kiper Korea, Lee Chang-geun. Namun, mimpi itu mulai retak di menit ke-15. Sebuah kesalahan fatal di lini belakang Indonesia: Rizky Ridho gagal mengantisipasi umpan silang dari sayap kiri Korea. Bola jatuh ke kaki Lee Kang-in, yang dengan dingin menyelesaikannya menjadi gol pembuka. Skor 0-1, dan tekanan mulai terasa.

Babak pertama berlanjut dengan dominasi Korea. Mereka mengontrol penguasaan bola hingga 65%, sementara Indonesia kesulitan membangun serangan. Shin Tae-yong berusaha menyuntik semangat dari pinggir lapangan, tapi gol kedua datang di menit ke-34. Kali ini, Cho Gue-sung yang memanfaatkan set-piece corner kick. Sundulannya tak terbendung oleh Ernando Ari di gawang Indonesia. Para pemain Garuda Muda tampak frustrasi, dan wasit sempat mengeluarkan kartu kuning untuk Hubner atas pelanggaran keras. Saat turun minum, skor 0-2 membuat harapan semakin tipis.

Memasuki babak kedua, Shin Tae-yong melakukan perubahan taktis. Ia memasukkan Rafael Struick untuk menambah daya gedor di depan, menggeser formasi menjadi lebih ofensif. Indonesia pun mulai bangkit. Di menit ke-55, Marselino hampir saja memperkecil ketertinggalan lewat tendangan bebas yang mengenai tiang gawang. Pendukung Indonesia di tribun berteriak "Garuda! Garuda!", mencoba membangkitkan semangat. Namun, keberuntungan tak berpihak. Korea, dengan pengalaman mereka, justru menambah gol di menit ke-67 melalui counter-attack cepat. Kim Min-woo, bek sayap mereka, melepaskan tembakan keras dari luar kotak penalti yang bersarang di pojok kanan gawang. 0-3, dan pertandingan praktis sudah berakhir.

Apa yang salah dengan Timnas Indonesia? Analisis pasca-pertandingan menunjukkan beberapa faktor kunci. Pertama, stamina pemain yang menurun drastis di babak kedua, mungkin akibat jadwal padat dan adaptasi cuaca panas Qatar. Kedua, kurangnya kedalaman skuad; cedera ringan pada beberapa pemain kunci seperti Pratama Arhan membuat rotasi terbatas. Ketiga, superioritas teknis Korea yang tak terbantahkan – mereka lebih presisi dalam passing dan lebih tajam dalam penyelesaian akhir. Shin Tae-yong, dalam konferensi pers usai laga, mengakui kekurangan timnya: "Kami sudah berjuang maksimal, tapi hari ini bukan milik kami. Ini pelajaran berharga untuk masa depan."

Reaksi dari para penggemar di Indonesia pun beragam. Media sosial diramaikan dengan dukungan moral, meski tak sedikit yang kecewa. "Timnas sudah hebat sampai sini, jangan salahkan mereka," tulis seorang netizen. Di sisi lain, ada yang menyoroti kebutuhan reformasi sepak bola nasional, mulai dari pembinaan usia dini hingga infrastruktur yang lebih baik. PSSI, federasi sepak bola Indonesia, diharapkan bisa belajar dari kegagalan ini untuk membangun tim yang lebih kuat di turnamen mendatang.

Meski mimpi Piala Asia pupus, perjalanan Timnas U-23 ini tetap menjadi inspirasi. Mereka membuktikan bahwa Indonesia bisa bersaing di level Asia, bahkan melawan raksasa seperti Korea. Kini, fokus beralih ke kualifikasi Piala Dunia 2026 dan SEA Games mendatang. Garuda Muda, bangkitlah! Sepak bola Indonesia masih punya harapan cerah di depan mata.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar